Pancen Asu

Entah yang asu si rektor atau sopirnya.

21 Januari 2019

Diantara pagar bumi tua dan bangunan sekolah tetangga, jalan beraspal dengan trotoar rumput, diujung tempat sampah belakang kantin sekolah itu, didepan warung soto baru, belakang kampus tua yang menjijikkan, Aku keluar dari halaman kampus dengan gagah mengendarai Vega R dan dengan mengenakan flanel juga topi komando. Motorku ku gas perlahan karena itu baru pukul sembilan. Matahari sedang nges-ngesnya, semerbak bau soto yang silih berganti dengan bau sampah.

Eee ancuk, momen yang aku rasa sangat mbajing terjadi.

Baru saja aku sampai dilajur kiri jalan kecil itu, aku kaget oleh klakson mobil hitam berkaca bening. Aku kenal siapa yang didalamnya, rektorku. Wajahnya murung, atau kesal. Bersandar diantara kursi mobil dan pintu kiri, dahinya berkerut melihat depan. Kukira mobil itu mengklaksonku, tapi ternyata..

Ibu-ibu bersepeda butut dengan kronjot bambu terpaksa turun dari sepedanya, dan minggir memasuki rerumputan pinggir jalan. Aku melihatnya dari belakang, karena aku sudah berlalu.

Entah sopirnya atau rektorku sing asu..

Arogan sekali, jalan milik bersama, kalian mencari uang di tanah mereka, tapi kalian arogan. Harta, tahta, dan predikat atau gelar semua hanya jembut belaka. Dimana letak kemanusiaan? Didepan kamera?, Hell yeah! Persetanlah dengan waktu yang mepet atau terburu-buru, aku tidak peduli, kami tidak akan peduli dengan alibi-alibi pasaran, terburu-buru Haha.

Mulai dari situ aku hilang respect sama rektorku. Dari peristiwa itu aku sadar bahwa aku, kamu dan kita sedang memberi uang kepada orang arogan.

Wis, semene sek yo.. aku saksinya, tapi sayangnya cuma aku yang menjadi saksi dari golongan manusia.

Comments

Popular posts from this blog

Tokoh Masyarakat

Telaga Mriwis Putih (Lake Mriwis Putih)

I'm Not Surprised..