Kelana #1

Inilah fase-fase perkembangan itu, hujan dibulan Desember, hembusan angin sawah, sore kuning berselimut langit biru muda, aliran air dari petak-petak sawah, jendela yang terbasah oleh hujannya.

Lebih dari setahun, dan semoga dua tahun lagi ini akan berakhir sudah, tidak ada lagi geriliawati yang gemar bunga menyebar biji-biji disetiap tempat yang Ia singgahi, hingga setiap usai hujan bunganya bermekaran dimana-mana, walaupun tak beraroma wangi, tapi warnanya bisa menghipnotis siapa saja yang masih normal jiwanya.

Satu setengah tahun lalu aku bertemu dengannya disebuah sabana dengan banyak komunitas didalamnya. Aku berjalan melalui jalan yang sudah terverifikasi kebenarannya, namun sayup-sayup kudengar suara perempuan, aku melihatnya dan Ia melihatku.

Sialan, sebenarnya aku belum berniat untuk singgah di tikar sederhananya, rencananya diakhir perjalanan ini, tapi Ia sudah memanggilku, apa boleh buat, aku pun meminum teh buatannya.

Kami berbincang-bincang, diluar apa yang aku pikirkan, dia sangat menyenangkan, menghilangkan rasa khawatirku.

"Kamu mau kemana?" Tanyanya

"Melewati sabana ini" jawabku

"Sama, tapi santai sajalah"

"Tidak, aku harus cepat-cepat"

"Bantu aku menebarkan biji bunga"

"Jiiianncuuuukkkk!!!" Batinku

"Maaf, aku tidak suka bunga" kataku

"Ternyata kita tidak sevisi" jawabnya sambil memalingkan muka

Aku bingung, sembari aku melihatnya aku mencoba menuangkan lagi teh dari teko ke cangkirnya. Ku bujuk dia untuk tidak berlama-lama disabana ini. Namun ternyata Dia tetap kukuh pada pendiriannya. Dia beranjak, pergi, meninggalkan aku dan semua barang-barang miliknya, kulihat dia menuju sebuah pohon.

"Pergilah kamu, lanjutkan saja perjalananmu, biarkan aku bebas" katanya sambil berjalan menjauh

Aku meminum teh yang ada dicangkirnya, dicangkirku, dan membawa cangkir, teko, dan tikarnya.

"Hey, aku ingin mengajakmu membangun sebuah bivak diluar sabana ini!!" Teriakku

"Dua pohon setelah sabana ini berakhir, aku akan menyusulmu" balasnya

Oke, aku pergi, sambil mengumpulkan ranting-ranting, dan kayu-kayu, untuk membuat sebuah bivak ditempat yang telah kita sepakati. Belum lama aku meninggalkan tempat kami minum teh, aku tak sengaja melihatnya bersama seorang pengembara lain. Tubuh pengembara itu lebih tinggi dariku, kulitnya sama hitam denganku, rambutnya keriting, hidungnya tidak seperti hidungku, dia tampak seperti ras lain. Aku tidak tahu siapa dia, kulihat dari kejauhan, perempuan itu asyik bermain, berlarian, dan menebarkan biji-biji bunga bersama orang asing yang baru Ia kenali.

Well, aku berjalan sendiri lagi, membawa benda-bendanya, membawa bahan bivak, dan mendung mulai datang lagi. Aku berjalan lebih cepat. Sialan, aku terlena oleh seorang perempuan, seharusnya ketika mendung datang aku sudah berada ditempat teduh.

Tunggu, ini bukan mendung biasa.. Tempat ini menjadi begitu gelap, dengan gema suara perempuan itu, dan Ia menjadi banyak sekali, disetiap sudut sabana aku melihatnya, disetiap langkah aku mendengar suaranya, disetiap hirupan nafasku aku mencium baunya. Apa yang terjadi sebenarnya?!!!

Gelap sekali tempat ini, petir menyambar, angin berhembus kencang sekali, burung-burung terbang menjauh dari sabana.. apa ini???

"Hey, cepat!!!"

Siapa itu, ada seorang didepan sana?

"Cepat, jangan lama-lama disitu!" Teriaknya lagi

"Ada apa?" Teriakku

"Hujan Mata Pisau" Balasnya dengan suara lembut

Hujan mata pisau?
Sakit?
Berdarah?
Bagaimana dengan perempuan penebar biji bunga?
Apakah aku akan kembali untuk menyelamatkannya?

"Hey mau kemana?" Teriak seorang diujung sabana itu kepadaku saat aku berlari mencari perempuan penebar biji.

Aku berlari sendiri, tidak berhenti, kekanan atau kekiri. Kucari jejak perempuan itu, akhirnya kulihat Dia sendiri tanpa pria pengembara itu lagi.

"Hey, ayo ikut aku cepat!!!" Kataku pada perempuan itu

"Hey jangan menjauh, ini aku, aku yang akan membangun bivak diujung sana"

Namun dia terus berlari menjauh

"Pergi saja kamu" jawabnya

Sebenarnya apa yang dia inginkan?

"Aku minta maaf tidak bisa membantumu menebar biji bunga itu tadi, tapi kamu harus tahu, biji itu tidak akan tumbuh disini, ini adalah tanah yang rusak, terabaikan dan ditinggalkan, dan aku akan mengajak kamu menuju tanah indah" kataku dengan tangan dingin

"Aku yang seharusnya minta maaf, aku sudah membencimu karena kamu tidak suka dengan bunga"

Hell yeah, persetan dengan perempuan itu, hujan mulai turun aku harus meninggalkan perempuan itu, dia lebih berpengalaman di alam liar seperti ini jika dibandingkan denganku. Aku pergi meninggalkannya, hati dan pikiranku hanya terfokus pada nasib perempuan tadi, apakah dia bisa menyusulku dibivak, atau ini adalah perpisahan kami.

Fuck!!!!

Hujan mengejarku, memori memanas, ingatan berterbangan, kenangan berjatuhan. Ini bukan mata pisau, ini kenangan yang menyiksa. Jiwa dan pikiranku terkuras dihisap keadaan yang orang bilang itu hujan mata pisau.

Ringan, terbang, dan meluncur lebih cepat...

Comments

Popular posts from this blog

Tokoh Masyarakat

Telaga Mriwis Putih (Lake Mriwis Putih)

I'm Not Surprised..