Posts

Tokoh Masyarakat 2

Wow!, sudah lebih dari setahun saya tidak menuangkan isi pikiran dan hati saya ke blog semata wayang ini. Seperti diary, blog ini hanya saya sambangi ketika keresahan muncul pada hari-hari saya. Lebih dari setahun saya menceritakan keresahan saya pada istri tercinta, namun pada kali ini tentu saya memiliki kewajiban untuk menulisnya di blog ini, karena ada sangkut pautnya dengan tulisan saya sebelumnya. Here we go! Saya selalu berusaha berbaik sangka kepada tokoh masyarakat di kampung saya, namun seiring berkembangnya volume otak saya, saya menyadari bahwasanya mereka pun tak menghargai kami, kami adalah kaum proletar, kaum akar rumput, orang miskin, wong cilik.. ( ya walaupun mereka juga masih tergolong kaum akar rumput tapi mereka sudah punya roda empat semua, dinding beton bukan tripleks atau board, sepeda motor yang tak hanya satu). Lagi-lagi ini masalah kebiasaan orang kapitalis, yang memandang, mendengar dan merespon hanya kepada sesama mereka yang orang kaya. Kepada kami, mereka

Tokoh Masyarakat

Lebih dari 5 tahun lalu saya menulis tentang tokoh masyarakat, kalau tidak salah di blog ini juga. Tulisan saya itu berisi tentang kebijaksanaan atau wisdom seorang tokoh masyarakat di kampung saya. Saya mengatakan bahwa mereka hanya mengikuti usulan orang kaya saja, dan usulan orang miskin hanya dijadikan sebagai angin lalu. Kini, saya menjadi tokoh masyarakat. Karena kerangka berpikir saya adalah sosialis maka saya mendengarkan semua usulan warga, tidak cuma yang kaya tapi yang miskin juga. Seperti, ada seorang petani miskin mengusulkan untuk mengukur pH tanah pertanian, bagi saya ini usulan yang brilian, maka saya wujudkan dengan pengadaan pH meter tanah. Dan itu memang terjadi. Namun kita tidak akan berbicara soal kapitalisme dan sosialisme. Kita akan berbicara soal wisdom. Selayaknya tokoh masyarakat kami dituntut untuk bijaksana dalam hal apapun. Bijaksana sebenarnya tidak bisa dibuat-buat, bijaksana adalah anugerah dari Allah SWT. Namun saya rasa bisa dipelajari dan dilatih. Se

A Gentleman Never Tells

Image
Malam ini saya ditemani kodok-kodok yang hanya berbunyi ketika musim hujan. Kebetulan didepan rumah saya ada kolam kecil, yang saya buat dari plastik bungkus kasur Yusuf, dan yang saya buat h-1 meninggalkannya Mbah Suwar. Namun bukan tentang itu yang akan saya sampaikan pada tulisan kali ini. Saya lagi tidak bergairah menulis sejarah.  Memang saya sudah jeda nulis sejak beberapa bulan lalu, sebab hasrat menulis ini datang ketika kita sendiri dan kesepian. Sejak beberapa bulan lalu, seseorang datang dalam hidup saya, membuat seketika hidup saya berubah. Dari yang tadinya selalu ingin menulis, sekarang karena sudah punya temen curhat jadi ga nulis. Nah kali ini, saya lagi cumleng mikir masa depan, atau orang sekarang bilangnya overthinking.  Dan saya ga akan cerita, karena Nick Diaz bilang, "a gentleman never tells".

Surrender

Image
Berangkat dengan semangat, menanami rumput odot di beberapa tempat di kampung, membuatku berpikir bahwa aku tak akan berhenti sampai sini. Akhirnya aku terus memupuk ambisiku. Membuat kandang, menambah jumlah ternak, dan bangkrut. Semua ternakku kurus dan ku jual murah. Disinilah saya memutuskan untuk benar-benar angkat tangan, berhenti beternak kambing. Good bye my fucking goat.  Dari Maret 2021 sampai Juni 2022 waktu yang singkat memang, tapi apalah daya aku bukan anak orang kaya yang nafasnya panjang. Aku harus pergi dari sini untuk menyambung nyawa. Dan ya, ditengah-tengah malam, aku selalu berpikir bagaimana cara menutupi kerugianku. Sekarang aku kembali menjalani kegiatan awal masa kuliah, yaitu menetaskan telur, aku mencoba menetaskan telur aky, yang aku beli seharga Rp3.000 untuk final stock, dan Rp12.000 untuk parent stock.  Hari ini hari pertama masukin telur ke mesin (btw aku masih punya sedikit uang untuk beli mesin tetas seharga 600rb jadi ya aku ga bangkrut-bangkrut amat

I'm Not Surprised..

Image
 Setelah memenangkan pertarungan dengan Conor McGregor, Nate Diaz berkata, "I'm not surprised, motherfuckers", Ia mengatakan kepada seluruh penonton. Kata-kata itu adalah sebuah kesombongan yang patut diapresiasi karena memang Nate sebelumnya diremehkan oleh seluruh penonton. Memang begitu cara membungkam mulut-mulut para bedebah yang selalu meremehkan orang lain. Begitu juga dengan yang saya alami. Kata-kata untuk menjatuhkan sudah menjadi sahabat saya sejak belasan tahun lalu, kita mulai ceritanya..  Pada suatu malam, keluarga besar berkumpul di rumah saya, para orang kaya dikeluarga memberi saran kepada ayah saya didepan seluruh anggota keluarga agar tidak menyekolahkan saya di SMPN 1 Karangmojo yang notabene smp saya itu waktu itu smp kaum elit, entah dari kekayaannya ataupun kepintaran siswanya, sedangkan saya sangat bertolak belakang. Bagi saya cara memberitahu demikian adalah sebuah penghinaan. Ibu saya sempat berkata, "wedi diutangi po pye?" karena sanga

Legan

Image
Diujung waktu kubuang air, terbesit bocoran rasa ketika sudah tidak legan atau ketika sudah berkeluarga. Rasanya kaya asyik-asyik syahdu gitu. Walaupun belum tentu seperti itu, namanya juga khayal. "Apakah aku ingat rasa ketika aku masih bujang?" Dari pertanyaan itu akhirnya aku menulis ini, sebagai pesan untuk diriku dimasa depan, sebab gini, bocoran rasa itu sangat indah, wanita yang kau inginkan yang kau sebut namanya dalam doamu akhirnya jadi isterimu, kan asyik banget itu. Nah apakah rasa asyik itu akan selalu sama seiring terbiasanya kita berdua dengannya?. Kan enggak, biasanya rasa itu hanya datang saat pertama kali atau saat awal-awal saja karena ketika kita sudah terbiasa kita lupa rasa saat sebelumnya, saat kita sendiri, saat masih legan .  Untuk menanggulangi kehabisan stok syahdu, stok asyik, stok syukur, maka aku menulis gubahan ini saat aku masih bujang, agar aku tetap ingat keadaan dan rasa ketika tak ada wanita disisiku. Dan berharap dari ini kelak aku bisa be

Surat

Menurut pengalamnku membaca surat lebih ngena daripada membaca pesan singkat.  Jadi gini.. Beberapa tahun lalu aku membuka sebuah kotak di dalam lemari dan menemukan secarik surat dari keluarga di kampung. Surat itu ditulis ketika aku masih kecil lalu dikirim ke keluarga kecilku yang berada di perantauan. Ketika membacanya hatiku cukup bergetar, aku merasakan sebuah kehidupan yang sederhana, sangat mengena, dan syahdu. Sampai-sampai aku mbrebes ketika membaca surat itu. Isinya ya cuma menanyakan kabar dan memberi kabar. Dalam imajinasiku surat ini ditulis ketika anggota keluarga berkumpul, setelah Maghrib atau Isya dan ditata dulu kalimatnya sebelum ditulis. Makanya bisa membuat hatiku tersentuh, pertama oleh kalimatnya, kedua oleh imajinasiku sendiri, dan yang ketiga oleh waktu dan ruang yang membuat semua ini terekam atau sisi historisnya lah. Nah, karena pengalaman itu, pengalaman merasakan hal yang berbeda ketika membaca surat dan membaca pesan singkat, maka mengirim surat adalah j