Hijrah Nanggung

Ketika aku tidak begitu berandalan, dan juga tidak begitu agamis

Sepertinya ada sesuatu yang salah, atau memang ideal jika aku berada di tengah, diantara dua sisi yang bertolak belakang. Aku memiliki banyak teman dari kalangan berandalan, dan tidak sedikit juga temanku dari golongan taat beragama. Jujur saja aku memang berada ditengah-tengah itu, mau jadi bajingan tidak berani, mau beragama dengan baik masih kalah sama malas dan nafsu. 

Teman-temanku dari dua kubu ini sangat mencintai aku, begitu juga aku mencintai mereka tak pandang warna kaos. For your information, aku selalu respect sama semua temanku, kecuali kalau temanku itu sudah masuk fase dimana disapa ngga nyapa balik, atau pura-pura ga tau, saat itulah respectku hilang seketika. Masalahnya sopo aruh itu penting untuk menjaga hubungan sesama manusia.

Saat bergaul dengan kaum dunia hitam, aku dilihat paling agamis, saat bergabung dengan kubu agamis aku terlihat paling bajingan. But, don't judge me, ayo ngobrol tentang apa saja. Pasalnya bergaul dengan dunia hitam dan putih membuatku mengerti banyak hal, sesuatu yang belum pernah kujamah sebelumnya, yang tersembunyi dibalik meja judi, atau yang tersembunyi dibalik kalimat yang suci itu. 

Setiap orang pasti pernah merasakan bahwa dia lebih baik dari orang lain, tapi ketika aku banyak bergaul dengan kaum agamis perasaan semacam itu tidak pernah muncul lagi. Sepintar apapun kita, kita hanyalah manusia biasa. Sebenarnya di kubu berandalan pun sama, mereka juga tidak seperti yang kalian bayangkan, mereka mengingat Tuhan, bahkan memiliki filosofi hidup yang luar biasa.

Sebelum berjudi, temanku itu berdoa dulu, semoga menang. Apakah itu lupa tuhan? Hahaha 😅 

Tapi pengalaman sih, karena aku sering ngobrol sama botoh ayam aduan, katanya uang hasil judi itu tidak senikmat uang hasil kerja keras. Kenapa? Ya karena didapat dengan gambling, untung-untungan. Bahkan aku juga pernah masuk dalam dunia sabung ayam, yang ada hanya rugi, rugi, dan rugi, kalaupun tidak rugi ya paling bagus balik modal, itu doang.

Dari pengalaman-pengalamanku itulah, sekarang aku berada ditengah-tengah, memang berat untuk melaju dijalan yang lurus, belok-belok tidak apa-apa yang penting balik lagi ke jalan yang lurus. Mungkin tulisan ini akan menjadi saksi labilnya diriku, karena masa depan aku tidak tau mau jadi apa, semoga bisa lebih baik, meninggalkan dunia hitam menuju jalan yang benar. Pesanku untuk teman-teman yang hijrah, kalian tidak perlu menyalah-nyalahkan orang lain, mengkafir-kafirkan orang lain, sebab ilmu agamamu masih sangat minim untuk bicara soal itu, perbaiki dulu diri sendiri, setelah itu perdalam ilmu agama, dan kalau sudah sangat fasih bolehlah menyalahkan orang-orang yang itu. 

(Sedayu, 10 Desember 2019)

Comments

Popular posts from this blog

Tokoh Masyarakat

Telaga Mriwis Putih (Lake Mriwis Putih)

I'm Not Surprised..